semua hal yg ada dalam hidupku

Senin, 21 Mei 2012

Contoh Proposal Penelitian (By. Ainun Muchlisah)


Pengaruh Kepadatan Penduduk
Terhadap Kekurangan Gizi di Indonesia
I.    Latar Belakang
Dewasa ini, manusia tidak dapat terlepas dari yang namanya kompetisi. Selama hidupnya, manusia akan terus berkompetisi dengan manusia itu sendiri maupun makhluk hidup lainnya. Hal ini tentu tidak terlepas dari pengaruh aktivitas manusia terhadap lingkungannya karena memang manusia memiliki kelebihan dibandingkan makhluk hidup lain, yaitu mudah beradaptasi dengan segala kondisi lingkungan sehingga manusia pun selalu menang dalam berkompetisi dengan makhluk hidup lain.
Hal ini diperkuat oleh kutipan berikut ini:
“Suatu ketika Konfusius berkata, “Aku ingin engkau pergi bersamaku, dan menyamaratakan sepenuhnya kekaisaran ini”. Sang Pelayan menjawab: “Kekaisaran tidak dapat disamaratakan; di sini ada pegunungan-pegunungan yang tinggi, di sana ada danau-danau dan sungai-sungai. Jika pegunungan-pegunungan tinggi ini harus diratakan, maka burung-burung dan binatang-binatang buas tidak memiliki tempat tinggal; jika danau-danau dan sungai-sungai itu harus ditimbun sampai penuh, maka ikan dan kura-kura tidak lagi mempunyai tempat berenang; jika kita menghilangkan raja dan para bangsawan, maka akan banyak terjadi perselisihan tentang benar dan salah di antara rakyat; sedang jika kita menghapuskan budak dan pelayan, maka siapa yang akan melayani para pangeran?” (Sumber: Richter, 1987: 221)[1]
Setelah berkembangnya ilmu pengetahuan pada abad ke-16, populasi manusia terus meningkat, apalagi di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari pemenuhan dan peningkatan gizi makanan.
Populasi manusia yang terus meningkat setiap tahunnya telah menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap berbagai kebutuhan hidup di Indonesia. Hal ini berarti bahwa jumlah penduduk di Indonesia juga semakin bertambah. Bertambahnya jumlah penduduk tersebut juga mempengaruhi daya dukung lingkungan yang artinya jika jumlah penduduk di Indonesia melebihi batas, akan terjadi permasalahan atau krisis lingkungan seperti semakin langkanya sumber daya alam, terjadinya pencemaran lingkungan yang sekaligus dapat mempengaruhi derajat kesehatan di Indonesia serta terjadinya persaingan untuk memperoleh sumber daya alam.
Direktur Program Lingkungan negara-negara Amerika Utara pun, yaitu Noel Brown menyatakan bahwa komunitas dunia saat ini sepakat menjadikan lingkungan sebagai suatu prioritas dan tindakan secara global.
Adapun krisis lingkungan secara global makin diperparah oleh adanya kesenjangan ekonomi antara negara miskin, berkembang, dan maju. Negara-negara maju dengan populasi hanya 20% dari populasi manusia di dunia telah menciptakan banyak pencemaran. Sebaliknya, negara-negara berkembang dan miskin justru berjuang untuk mengatasi masalah kepadatan penduduk, kekurangan gizi, penyakit-penyakit akibat kekurangan gizi tersebut, dan berbagai kekurangan lainnya. Kondisi tersebut ibarat sebuah lingkaran setan.Celakanya, peningkatan jumlah penduduk justru paling banyak berlangsung dalam masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah seperti di negara Indonesia sendiri.
Jumlah penduduk yang tinggi menuntut penyediaan sumber daya alam yang besar dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup, baik sandang maupun pangan. Jika hal ini tidak terpenuhi, akan menyebabkan munculnya lingkungan yang kumuh. Selanjutnya, pemenuhan gizi masyarakat pun tidak akan terpenuhi dengan baik. Hal ini tentu akan menimbulkan masalah kekurangan gizi di Indonesia.
Oleh karena itu, mengingat betapa pentingnya memperhatikan masalah kekurangan gizi di Indonesia sehubungan dengan jumlah kepadatan penduduk di Indonesia sendiri, penulis mengambil judul, “Pengaruh Kepadatan Penduduk Terhadap Kekurangan Gizi di Indonesia”.
II.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut.
1.         Pengertian kepadatan penduduk
2.         Jenis-jenis kepadatan penduduk
3.         Masalah-masalah kepadatan penduduk
4.         Jumlah dan persebaran penduduk
5.         Penyebab-penyebab kekurangan gizi
6.         Penyakit-penyakit akibat kekurangan gizi
7.         Penanggulangan masalah kekurangan gizi
III. Batasan Masalah
Merujuk pada identifikasi masalah di atas, penulis tentu mengalami kesulitan dalam memaparkan identifikasi-identifikasi masalah di atas. Oleh karena itu, penulis membatasi masalah sebagai berikut.
1.        Kepadatan penduduk dalam hubungannya dengan masalah pemenuhan gizi di Indonesia
2.         Penyebab-penyebab kekurangan gizi di Indonesia
3.         Penyakit-penyakit akibat kekurangan gizi di Indonesia
4.         Penanggulangan masalah kekurangan gizi di Indonesia
IV. Rumusan Masalah
Merujuk pada batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut.
1.        Apa yang dimaksud dengan kepadatan penduduk dalam hubungannya dengan masalah gizi di Indonesia?
2.        Apa saja penyebab-penyebab kekurangan gizi di Indonesia?
3.        pemenuhan Apa saja penyakit-penyakit akibat kekurangan gizi di Indonesia?
4.        Bagaimana penanggulangan masalah kekurangan gizi di Indonesia?
V.     Rumusan Tujuan
Merujuk pada rumusan masalah di atas, penulis merumuskan tujuan-tujuan sebagai berikut.
1.        Untuk mengetahui tentang kepadatan penduduk di Indonesia dalam hubungannya dengan masalah pemenuhan gizi
2.        Untuk mengetahui penyebab-penyebab kekurangan gizi di Indonesia
3.        Untuk mengetahui penyakit-penyakit akibat kekurangan gizi di Indonesia
4.        Untuk mengetahui cara menanggulangi masalah kekurangan gizi di Indonesia
VI. Kajian Pustaka
1.         Kepadatan penduduk dalam hubungannya dengan masalah pemenuhan gizi di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya senantiasa bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini tentu akan mengakibatkan populasi penduduk di Indonesia bertambah sehingga sekaligus menyebabkan kepadatan penduduk di Indonesia bertambah pula. Adapun kepadatan penduduk sendiri merupakan banyaknya penduduk per satuan unit wilayah.[2]
Semakin besar jumlah kepadatan penduduk, semakin banyak pula masalah kependudukan yang dapat timbul. Menurut Thomas Robert Malthus, seorang ahli ekonom Inggris yang hidup pada tahun 1766-1834 meramalkan bahwa umat manusia akan mengalami kesengsaraan karena terjadinya kesenjangan antara populasi manusia dengan pengadaan kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Akibatnya, akan muncul berbagai permasalahan seperti kelaparan, kriminalitas, kemerosotan moral, penyakit, dan bahkan perang.
Indonesia sendiri terdiri atas beragam kelompok etnis yang makin memperjelas status kepadatan penduduk Indonesia yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh beberapa ahli di antaranya William Skinner (1959)  menyebutkan bahwa ada 35 suku bangsa di indonesia. Hildred Geertz (1981) menyebutkan bahwa ada lebih dari 300 kelompok etnis di Indonesia. Sedangkan Leo Suryadinata menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia terdiri atas lebih dari 1000kelompok/sub kelompok etnis. (Leo Suryadinata, 2003:6)
Sementara itu, menurut Koentjaraningrat (2003: 193), pengelompokan berbagai kelompok etnis di Indonesia umunya dilakukan dengan mengikuti lingkaran hukum adat yang dibuat oleh Van Vollenhoven.[3]
Berikut disajikan data komposisi kelompok etnis berdasarkan agama di Indonesia pada tahun 1971 dan 2000.[4]


















































Sumber: Leo Suryadinata, et.al. (2003: 104) kompilasi dan perhitungan berdasarkan data Biro Pusat Statistik (1975) dan Badan Pusat Statistik (2001 a).
Ket: *) kompilasi dan perhitungan kembali oleh Leo Suryadinata, et.al.
Kepadatan penduduk umumnya terjadi di kota-kota besar dan tidak jarang terdapat daerah perumahan kumuh dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk. Hal ini tentu akan menurunkan tingkat kesejahteraan penduduk karena kepadatan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan menuntut penyediaan sandang pangan yang cukup. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, muncullah berbagai lingkungan kumuh yang selanjutnya dapat menyebabkan munculnya permasalahan lain seperti kekurangan gizi.
Adapun permasalahan dalam rangka pemenuhan gizi di Indonesia berkaitan erat dengan jumlah penduduk yang besar, kualitas penduduk yang rendah, dan persebaran penduduk yang tidak merata. Akibatnya, banyak anak yang putus sekolah akibat keadaan sosial ekonomi yang sangat rendah sehingga mereka tidak dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya penderita kurang gizi (gizi buruk) yang juga dikenal sebagai “busung lapar” dan bahkan munculnya penyakit-penyakit menular dan kronis seperti diare, panu, dan TBC akibat kondisi lingkungan yang buruk.
Jelaslah bahwa tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di Indonesia dapat menyebabkan munculnya berbagai permasalahan-permasalahan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup dan ketika hal tersebut tidak tercapai, masyarakat pun akan mengalami kekurangan gizi yang dapat menimbulkan berbagai penyakit.
2.         Penyebab-penyebab kekurangan gizi di Indonesia
Secara umum, masalah kurang gizi disebabkan oleh banyak faktor. Banyak ahli yang mengungkapkan pendapatnya terkait hal tersebut di antaranya faktor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), yaitu keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak, dan faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan, dan diare.
Begitu pula pada tahun 1988, UNICEF telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Menurut UNICEF, ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Adapun penyebab langsung dapat disebabkan oleh asupan makanan dan infeksi penyakit sedangkan penyebab tidak langsung dapat disebabkan oleh pola asuh anak, ketersediaan pangan, dan layanan kesehatan/sanitasi (Sumber: Bahan Seminar Akhir Studi Faktor-faktor Penyebab Kekurangan Gizi Anak di Kota Kendari, Bappeda dan PM Kota Kendari, 2010)
Sedangkan di Indonesia sendiri, ada dua faktor utama penyebab kasus kekurangan gizi yang menyerang sejumlah warga Indonesia, yaitu faktor ekonomi (kemiskinan warga) dan tingkat pendidikan yang rendah. Demikian yang diungkapkan oleh Ketua Persatuan Ahli Gizi Indonesia Dr. Minarto, MPS dan Anggota Komisi IX DPR-RI dari F-PDIP, Itet Tridjajati Sumarijanto, MBA kepada SENTANA di gedung DPR-RI, Rabu (30/3) sebagai berikut.
 “Jadi akar masalah kekurangan atau kasus gizi masyarakat disebabkan oleh kondisi kemiskinan ekonomi yang semestinya dibereskan tingkat pendidikan yang rendah terangkat. Sebab tingkat rata-rata pendidikan penduduk Indonesia berdasarkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia Indonesia) baru sampai kelas I SMP,” kata Minarto.
Sementara Itet Tridjajati Sumarijanto mengungkapkan, ketimpangan pembangunan ekonomi, insfrastruktur dan sarana yang rusak yang terjadi sampai saat itu di sejumlah wilayah di Indonesia, sangat sulit menumbuhkan ekonomi merupakan faktor penyebab orang miskin bertambah. Berikut yang dikatakannya.
"Ketimpangan pembangunan antar wilayah [sic] itu menyebabkan banyaknya kantong kemiskinan. Benar bagaimana orang miskin yang jumlahnya 70 juta orang yang ditanggung pemerintah Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) melalui APBN itu bisa membutuhi [sic] kehidupan dengan kalori yang normatif dan menyekolahkan anak-anaknya untuk berpengetahuan setara. Kita akui tingkat pendidikan rata-rata penduduk Indonesia itu berdasarkan IPMI adalah baru sampai kelas I SMP."
Dia menambahkan, Fraksi PDI Pembangunan di DPR-RI seperti dikemukakan oleh Ketua Umum bahwa jangan sampai tunggu dulu cukup anggaran baru membangun jalan, sarana lainnya yang rusak di berbagai tempat. "Karena itu pemerintah harus membangunnya bila perlu bergiliran antar wilayah[5]  terutama di kantong-kantong kemiskinan itu. Termasuk didalamnya [sic] tegas menyebarkan tenaga medis seperti dokter ke daerah. Jangan dokter bertumpuk di Pulau Jawa," katanya mengingatkan.
Adanya ketimpangan pembangunan ekonomi, insfrastruktur, dan sarana yang rusak di antara wilayah-wilayah Indonesia tersebut dapat menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat sehingga jumlah warga miskin dan berpendidikan rendah pun bertambah.
Hal tersebut berkaitan erat dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, makin baik pula tingkat ketahanan pangan dan pola pengasuhan dalam keluarga.
Sebenarnya, kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfaatan sumber daya masyarakat diprediksi sebagai pokok masalah dalam masyarakat. Sedangkan akar permasalahannya berupa kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi, dan kemiskinan. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
Jadi, adanya kesulitan ekonomi dalam keluarga merupakan faktor yang paling kontras dalam permasalahan kekurangan gizi di Indonesia karena dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan sehingga asupan gizi yang sehat bagi beberapa penduduk Indonesia pun, khususnya anak-anak di daerah-daerah yang kumuh tidak terjamin.
3.         Penyakit-penyakit akibat kekurangan gizi di Indonesia
Jenis penyakit kekurangan gizi yang sering menimpa penduduk di Indonesia, terutama balita adalah sebagai berikut.
a.              Gangguan gizi akibat kekurangan energi dan protein (KEP)
-
b.              Gangguan gizi akibat kekurangan vitamin A (KVA)
-
c.              Gangguan gizi akibat kekurangan besi (Anemia gizi)
-
d.    Gangguan gizi akibat kekurangan iodium
-
4.         Penanggulangan masalah kekurangan gizi di Indonesia
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa semakin meningkatnya jumlah penduduk akan menimbulkan masalah baru dalam berbagai bidang kehidupan dan lingkungan. Celakanya, jumlah kepadatan penduduk yang tinggi justru terjadi di masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah dan di negara-negara miskin. Akibatnya, akan terjadi kesenjangan sehingga dapat menimbulkan kekurangan gizi di kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah dan di negara-negara miskin tersebut.
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah kekurangan gizi tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Menekan laju pertumbuhan penduduk dengan cara:
§  menggalakkan program Keluarga Berencana (KB)
§  menunda usia kawin dengan tidak menikah pada usia muda
§  meningkatkan taraf pendidikan
§  mengefektifkan tenaga kerja wanita
2.    Meningkatkan produksi pangan dengan cara:
§  memperbaiki mutu lahan
§  mengefektifkan budidaya pertanian seperti dengan penggunaan pupuk dan memilih bibit
§  menciptakan pola pertania yang lebih efisien dan produktif, misalnya pola tumpang sari dan hidroponik
3.    Meningkatkan taraf pendidikan dengan cara:
§  mengadakan wajib belajar pada anak usia sekolah
§  meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan
4.    Pemanfaatan sumber daya alam sesuai kebutuhan dengan upaya pemulihannya
5.    Mencari sumber makanan baru
6.    Meratakan persebaran penduduk
7.    Mengurangi jumlah pengangguran dengan cara:
§  menyediakan lapangan kerja
§  membudayakan alih teknologi tepat guna
§  menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan
8.    Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah pencemaran lingkungan
Adapun untuk menunjang tercapainya keluarga sejahtera, dapat dilakukan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi juga dapat meningkatkan kecerdasan bangsa.
UPGK dititikberatkan pada usaha meningkatkan dan membina keadaan seluruh anggota masyarakat yang kegiatannya meliputi penyuluhan, pelatihan, dan pemberian contoh makanan bergizi. Kegiatan UPGK ini didukung oleh berbagai departemen seperti Departemen Kesehatan, Pertanian, BKKBN, dan bahkan Departemen Agama.
Karena masalah kekurangan gizi banyak terjadi dalam masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, sasaran utama kegiatan ditujukan kepada golongan balita, wanita hamil, dan ibu menyusui; golongan pekerja utama berpenghasilan rendah; dan golongan penduduk di daerah rawan pangan. UPGK sendiri dilakukan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Sedangkan alternatif solusi lainnya yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut. (Azwar, 2004)
1.             Upaya perbaikan gizi akan lebih efektif jika merupakan bagian dari kebijakan penangulangan kemiskinan dan pembangunan SDM. Membiarkan penduduk menderita masalah kurang gizi akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal pengurangan kemiskinan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh karena itu, tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh sektor terkait.
2.             Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju percepatan peningkatan status gizi. Dengan peningkatan status gizi masyarakat diharapkan kecerdasan, ketahanan fisik dan produktivitas kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat diminimalkan.
3.             Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’ (efektif dan efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti: target yang spesifik tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang tepat misalnya pemberian Yodium pada wanita hamil di daerah endemis berat GAKY dapat mencegah cacat permanen baik pada fisik maupun intelektual bagi bayi yang dilahirkan. Pada keluarga miskin upaya pemenuhan gizi diupayakan melalui pembiayaan publik.
4.             Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang akurat dan evidence base dalam menentukan kebijakannya. Diperlukan sistem informasi yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping [sic] pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian intervensi melalui kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.[6]
5.             Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya penanggulangan masalah gizi, baik kemampuan teknis maupun kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan untuk pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan beberapa aspek yang saling mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian, pendidikan diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
6.             Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat.
VII.        Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka, yaitu menelusuri teori-teori dan studi empiris yang terkait dengan topik pembahasan.

Pidato Abal-Abal


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua,
Hadirin yang berbahagia,
Pertama-tama, izinkan saya memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat jualah sehingga saya dapat berdiri di tempat sederhana ini guna menyampaikan beberapa patah kata yang kiranya bermanfaat bagi kita semua.
Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan sebuah cerita tentang kemenangan seorang anak. Suatu ketika, ada seorang anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu mengikuti lomba balap mobil-mobilan rancangan sendiri. Sebutlah namanya, Budi. Mobil-mobilan Budi merupakan mobi-mobilan yang paling sederhana karena hanya terbuat dari kayu. Sebelum dimulainya perlombaan, Budi menengadahkan tangannya dan tampak berkomat kamit. Alhasil, ternyata dengan kesederhanaannya, namun diikuti tekad yang kuat untuk menang, Budi berhasil keluar sebagai juara.
Lalu, seorang anak lain bertanya padanya, “Tadi, kau pasti berdoa agar kau dimenangkan”. Budi kemudian berkata, “Aku memang memiliki keinginan untuk menang, tetapi bukan itu yang aku minta dalam doaku. Aku hanya meminta pada Yang Di Atas agar jika aku kalah nantinya, aku diberi kekuatan untuk tidak menangis.”
Nah, dari cerita saya tadi kita dapat mengambil pelajaran bahwa sesulit apapun hambatan yang ada di depan kita, kita harus tetap menghadapinya. Namun, tidak lupa bahwa dari semua itu, ada Tuhan sebagai penentu akhirnya.
Seperti halnya baru-baru ini, tanggal 10 November yang lalu merupakan Hari Pahlawan. Hari di mana kita hendaknya mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang bagi tanah air tercinta. Saya beri contoh, Ki Hajar Dewantara. Beliau merupakan seorang tokoh pendidikan Indonesia yang memprakarsai berdirinya lembaga pendidikan Taman Siswa yang dikenal dengan filsafat ”Tut Wuri Handayani”nya.
Becermin dari sosok Ki Hajar Dewantara, kita hendaknya menanyakan pada diri sendiri, “apakah yang telah saya sumbangkan bagi negara ini?”, bukannya terus menuntut untuk memperoleh yang terbaik tanpa melakukan sesuatu yang bermanfaat. Sebagai seorang siswa yang beruntung masih dapat menikmati yang namanya “pendidikan”, kita seharusnya memberikan kontribusi bagi negara ini dengan cara belajar bersungguh-sungguh guna memajukan pendidikan di negara kita.
Seperti kisah anak tadi yang memiliki tekad kuat, meskipun dengan segala kesederhanaannya. Di sisi lain, dia pun tetap berdoa pada Tuhan dan tidak menjadi sombong ketika sudah berada di puncak. Karena itu, saya harapkan kepada kita semua, khususnya kepada teman-teman dan adik-adik kelas agar terus belajar dengan sungguh-sungguh disertai doa karena sesungguhnya usaha tanpa doa itu bagai sayur tanpa garam.
Yah, itulah tadi penyampaian sederhana dari saya. Namun, kiranya dapat menjadi renungan bagi kita semua untuk terus berusaha dan berdoa agar dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi tanah air tercinta.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih atas perhatian kalian.
Wassalam.